Teori Revolusi Paradigma Thomas Kuhn

BAB I - PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dewasa ini, ilmu pengetahuan berkembang begitu pesat seiring dengan perkembangan teknologi. Hal ini ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh pembaharuan yang mampu merealisasikan pemikirannya sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupan. Dalam sejarah ilmu pengetahuan, terdapat pendekatan ilmiah positivistik dan non-positivistik. Positivisme merupakan metode ilmiah yang menekankan pada pengalaman indrawi yang dapat dipahami sebagai suatu realitas. Tokoh-tokohnya antara laian : Karl Raimund Popper, Paul Feyerabend, Stephen Toulmin. Sedangkan non-positivisme merupakan teori pendekatan ilmiah yang lebih menekankan akal daripada indrawinya. Sebagai contoh, ada seorang mahasiswa yang merasa stress dihadapkan dengan tugas kuliah yang banyak karena hampir semua dosen mata kuliahnya memberikan tugas secara bersamaan sehingga ia sering murung. Nah, saat seperti ini ia membutuhkan makanan rohani bukan jasmaniah yang berupa keagamaan (mengaji, sholat, berdzikir, dll.) agar ia mampu menenangkan hati dan pikirannya sehingga mampu berpikir dengan jernih dan dapat mengatur waktu mengerjakan tugasnya satu per satu dengan baik. Pendekatan ilmiah non-positivisme merupakan metode ilmiah yang digunakan oleh tokoh-tokoh yang mendalami ilmu fisika dan matematika atau bisa dikatakan ilmuwan-ilmuwan yang mempunyai latar belakang pendidikan eksak. Tokoh non-positivisme antara lain : Mesterman, C.V. van Perseun dan Thomas Kuhn. Sedangkan, materi yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu Teori revolusi paradigma Thomas Kuhn yang lebih menekankan paradigma dan revolusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan.



B.     Rumusan Masalah
1.      Siapakah Thomas Kuhn itu?
2.      Bagaimana pemikiran Teori Revolusi Paradigma Thomas Kuhn?
3.      Bagaimana tahapan proses paradigma menuju revolusi sains menurut Thomas Kuhn?

C.    Tujuan
1.      Menjelaskan riwayat tokoh Thomas Kuhn.
2.      Menguraikan pemikiran Teori Revolusi Paradigma Thomas Kuhn.
3.      Menjelaskan tahapan paradigma menuju revolusi sains menurut Thomas Kuhn.


D.     
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Riwayat Thomas S. Kuhn
Thomas Samuel Kuhn lahir pada tanggal 18 Juli 1922 di Cincinnati, Oiho, Amerika Serikat. Beliau merupakan filsuf pada era abad ke-20. Pada tahun 1949 Kuhn mendapat gelar Ph.D dalam bidang ilmu fisika di Havard University. Di universitas inilah, ia diangkat menjadi asisten dosen bidang pendidikan umum dan sejarah ilmu. Kemudian pada tahun 1956, Kuhn mendapat tawaran menjadi dosen sejarah sains di Universitas California. Tahun 1964, ia mendapat gelar Guru Besar dari Princenton University dalam bidang sains dan filsafat. Selanjutnya, tahun 1983 ia dianugerahi sebagai professor dari Massachusetts Institude of University. Dari uraian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa Thomas Kuhn itu merupakan tokoh yang beraliran analitis, minat utama pemikirannya terletak pada filsafat sains, dan ia memiliki gagasan utama yaitu pergeseran paradigma.
Pemikiran dari Thomas Kuhn dipengaruhi oleh beberapa tokoh, antara lain : Immanuel Kant, Alexandre Koyre, Michael Polanyl, J.H.V. Vieck Gaston Bachelard, Jean Piaget, Bertrand Russell, dan Karl Popper. Pemikirannya tentang filsafat sains mempengaruhi tokoh-tokoh yang muncul berikutnya, seperti Paul Feyerabend, Imre Lakatos, dan Richard Rorty. Thomas Kuhn meninggal dunia pada tanggal 17 Juni 1996 (umur 73 tahun) di Cambridge, Messachusetts karena menderita penyakit kanker selama beberapa tahun sebelumnya. Adapun karya dari Thomas Kuhn yang sangat popular yaitu The Structure of Scientific Revolutions. Buku ini telah diterjemahkan dalam 16 bahasa yang kemudian menjadi sebuah buku yang direkomendasikan menjadi bahan bacaan dalam proses pembelajaran.[1] 

B.     Pemikiran Teori Revolusi Paradigma Thomas Kuhn
Manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi ini dengan harapan mampu mengelola seluruh isi bumi sebagaimana mestinya. Mengelola segala sesuatu yang ada di bumi ini tentu sangat memerlukan ilmu pengetahuan. Untuk itu, manuasia harus senantiasa berupaya mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menjalankan kehidupan. Pada zaman Yunani Kuno, ilmu dan filsafat sukar dipisahkan karena pembuktian-pembuktian empiris (pengalaman) dan metode penelitian masih sangat kurang dilakukan. Namun, dengan perkembangan nalar manusia akhirnya cabang-cabang ilmu mulai memisahkan diri dari filsafat dengan begitu ilmu kini terus berkembang. Hal ini terkait dengan definisi umum yang didasarkan pada apa yang dikerjakan oleh ilmu itu dengan melihat metode yang digunakannya.
Menurut Kuhn, seorang ilmuwan harus bekerja dengan paradigma tertentu. Karena dengan adanya paradigma para ilmuwan akan terbantu memecahkan masalah yang muncul ketika melakukan penelitian akan ilmu, sampai akhirnya muncul anomali-anomali yang tidak dapat dimasukkan dalam kerangka ilmunya dan menuntut adanya revolusi paradigmatik. Kuhn menegaskan bahwa ilmu pengetahuan pada dasarnya lebih mencirikan pada paradigma dan revolusi yang menyertainya.[2] Pemikiran Thomas Kuhn ini merupakan pemberontakan akan paradigma positivisme. Seorang ilmuwan itu harus fokus pada satu bidang saja sehingga mampu memecahkan teka-teki yang ada didalamnya. Dengan itu Kuhn menyatakan bahwa ilmu pengetahuan tidak lepas dari faktor ruang dan waktu. Menurut Kuhn cara kerja paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah digambarkan dalam tahap-tahap sebagai berikut :

1.         Paradigma dan Normal Science
Menurut Kuhn, normal science atau ilmu normal merupakan kegiatan penelitian yang berdasarkan pada satu atau lebih pencapaian ilmiah. Ilmu normal memiliki ciri yang esensial :
1.        Pencapaian ilmiah cukup baru
Maksunya yaitu pencapain tersebut belum pernah ada sebelumnya sehingga dapat menghindarkan kelompok penganut yang kekal dari mempersaingkan cara melakukan kegiatan ilmiah.
2.        Pencapaian ilmiah yang cukup terbuka
Maksudnya yaitu adanya keterbukaan antar anggota kelompok pemraktik terkait adanya berbagai masalah yang hadir sehingga dapat dipecahkan bersama.[3]
Dengan begitu, pencapaian yang memiliki kedua karakteritik diatas disebut sebagai “paradigma”. Pengertian paradigma dilihat dari asal katanya : Paradigma berasal dari bahasa inggris “paradigm”. Dari bahasa Yunani para deigma (para artinya di samping, di sebelah) dan dekynai artinya memperlihatkan: yang berarti model, contoh, arketipe, ideal). Jadi paradigma merupakan konstruk berpikir yang mampu menjadi wacana untuk temuan ilmiah. Wacana disini menurut Kuhn merupakan wacana untuk temuan ilmiah baru.
Paradigma menurut Kuhn adalah pandangan dasar tentang pokok bahasan ilmu. Mendefinisikan apa yang harus diteliti dan dibahas, pertanyaan apa yang harus dimunculkan, bagaimana merumuskan pertanyaan, dan aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawabannya. Paradigma adalah konsensus terluas dalam dunia ilmiah yang berfungsi membedakan satu komunitas ilmiah dengan komunitas lainnya. Paradigma terkait dengan pendefinisian, eksemplar ilmiah, teori, metode, serta instrumen yang tercakup didalamnya.[4]
Paradigma menurut Kuhn mencakup hal-hal sebagai berikut :
1.    Dasar munculnya tradisi-tradisi penelitian ilmiah secara koheren (masuk akal).
2.    Pencapaian hasil-hasil ilmiah yang diakui secara umum.
3.    Cara memandang dunia dari segi ilmu tertentu.
4.    Kumpulan teori dan teknik yang sesuai dengan pemecahan masalah.
5.    Perpaduan teori dan metode untuk mewujudkan sesuatu yang mendekati pandangan dunia.
6.    Matrik disipliner, yakni keseluruhan kumpulan keyakinan, model, nilai, komitmen, teknik dan eksemplar yang dianut oleh anggota komunitas ilmiah tertentu.
7.    Eksemplar, yaitu model atau penyelesaian (solusi) teka-teki masalah ilmiah.
Dengan penggunaan istilah paradigma itu, Kuhn hendak menunjuk pada praktik ilmiah dimana dalam suatu komunitas ilmiah itu harus mencakup dalil, teori, penerapan, dan instrumental yang didasarkan pada paradigma dan standar aturan yang sama. Aturan-aturan itu menjadi prasyarat bagi adanya ilmu normal. Dalam bukunya The Structure of Scientific Revolutions (1962), Kuhn berusaha meyakinkan bahwa titik pangkal penyelidikan adalah sejarah ilmu. Menurutnya, perubahan-perubahan yang terjadi dalam ilmu karena adanya revolusi ilmiah.


2.         Anomali dan Munculnya Penemuan Baru
Anomali merupakan suatu keadaan yang memperlihatkan adanya ketidaksesuaian antara kenyataan dengan paradigma atau dasar yang digunakan dalam suatu penelitian. Ketika anomali-anomali ini bermunculan maka paradigma mulai diperiksa dan dipertanyakan dan akhirnya para ilmuwan mulai keluar dari ilmu normal.[5] Anomali lahir dari para peneliti yang benar-benar ingin mencari kekurangan dari normal science (ilmu normal). Kumpulan anomali ini mempunyai peranan yang cukup besar dalam memunculkan penemuan-penemuan baru. Dengan adanya anomali-anomali ini membuat para peneliti lebih kritis  dalam penelitiannya dan merupakan prasyarat bagi penemuan baru yang akhirnya dapat mengakibatkan perubahan paradigma. Terkait dengan penelitian yang mengacu pada penemuan baru, Kuhn membagi kegiatan penelitian ilmiah menjadi dua yaitu :
1.        Puzzle solving
Maksudnya disini adalah seorang ilmuwan mencoba melakukan observasi guna memecahkan teka-teki bukan untuk mencari kebenaran dari objek yang diteliti. Apabila paradigma tidak dapat menyelesaikan masalah dan malah menambah konflik maka haruslah diciptakan paradigma baru.
2.        Penemuan paradigma baru
Maksudnya yakni penelitian ditujukan pada penemuan-penemuan baru, dan jika penemuan tersebut berhasil maka akan terjadi perubahan besar dalam ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, penemuan baru diawali dengan adanya kesadaran akan anomali yakni pengakuan bahwa alam, dengan suatu cara telah melanggar pengharapan yang didorong oleh paradigma yang menguasai sains yang normal.[6]
3.         Revolusi Sains
Munculnya revolusi sains karena adanya anomali-anomali yang semakin parah dan adanya krisis yang tidak dapat terpecahkan oleh paradigma yang dijadikan referensi riset. Terjadinya revolusi sains bukan hal yang mulus tanpa hambatan. Revolusi sains merupakan suatu keadaan perkembangan non-kumulatif dimana didalamnya terdapat pergantian sebagian atau keseluruhan paradigma lama dengan paradigma baru yang telah dimunculkan. Ilmu pengetahuan baru harus menggantikan ketidaktahuan, bukan menggantikan jenis pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Contohnya:[7]

Paradigma Lama
:
Ahli fisika dan astronomi menjadikan filsafat alam Aristoteres dan Ptolemeus sebagai model untuk menjelaskan gejala-gejala alam:  bumi adalah pusat alam semesta (teori geosentris), sedangkan matahari dan planet mengorbit mengelilingi bumi.
Anomali
:
Adanya penolakan dari Copernicusian dengan teori heliosentrinya (dimana mataharilah yang menjadi pusat peredaran tata surya).
Revolusi sains
:
Teori geosentris terkalahkan oleh teori heliosentris sehingga teori geosentris dianggap sebagai pengetahuan sejarah saja.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulakan bahwa Thomas Kuhn merupakan salah satu tokoh non-positivistik yang menolak adanya perkembangan ilmu pengetahuan secara kumulatif. Kuhn membagi teori revolusi paradigmanya menjadi tiga tahapan, yaitu :
1.      Paradigma dan normal sains
2.      Anomali dan munculnya penemuan baru
3.      Revolusi ilmiah
Jadi menurut Thomas Kuhn, ilmu pengetahuan itu merupakan ilmu normal yang bersifat non-kumulatif dan memiliki batasan-batasan paradigma tertentu. Ketika seorang ilmuwan mengembangkan ilmu pengetahuan dapat dipastikan akan muncul anomali-anomali yang dapat menimbulkan hasil penelitian tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kumpulan dari anomali ini merupakan prasyarat bagi penemuan baru yang akhirnya akan menciptakan perubahan paradigma atau bisa disebut revolusi sains.




DAFTAR PUSTAKA

Kuhn Thomas S., 1993, Peran Paradigma Sebagai Revolusi Sains, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mustansyir Rizal dan Munir Misnal, 2012, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Lubis Akhyar Yusuf, 2014, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer, Depok: Rajagrafindo Persada.

Sofyan Ayi, 2010, Kapita Selekta Filsafat, Bandung: Pustaka Setia.




[1] Drs. Rizal Mustansyir M.Hum dan Drs. Misnal Munir M.Hum, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta : Pustaka Jaya, 2012), hlm. 125-126
[2] Ayi Sofyan, Kapita Selekta Filsafat, (Bandung : Pustaka Setia, 2010), hlm. 158.
[3] Thomas S. Kuhn, Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993), hlm. 10
[4] Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer, (Depok : Rajagrafindo Persada, 2014), hlm. 165.
[5] Drs. Rizal Mustansyir M.Hum dan Drs. Misnal Munir M.Hum, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta : Pustaka Jaya, 2012), hlm. 155
[6] Thomas S. Kuhn, Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993), hlm. 53.


Previous
Next Post »
Thanks for your comment