Fenomenologi

BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu dihadapkan pada fenomena-fenomena yang beranekaragam. Kita memandang fenomena itu sebagai hal yang biasa karena kita tidak mengetahui apa makna dari fenomena-fenomena tersebut secara hakiki. Dalam filsafat barat, telah dikenalkan suatu metodologi fenomenologi yang dikemukakan oleh berbagai tokoh, seperti : Franz Brentano, I. Kant, G.W.F. Hegel, Derscartes, Edmund Husserl, Max Scheler, dan yang lainnya. Dalam perkembangannya, munculnya filsafat fenomenologi telah memberi pengaruh yang sangat luas dimana hampir semua disiplin keilmuan mendapat isnpirasi dari fenomenologi. Psikologi, sosiologi, antropologi, bahkan penelitian tentang agama semua memperoleh nafas baru setelah munculnya fenomenologi. Pengaruh filsafat fenomenologi besar sekali di Eropa dan Amerika. Pada zaman di antara perang dunia pertama dan kedua pengaruh cara berpikir fenomenologi besar sekali. Para filsuf ekstensialisme juga dipengaruhi oleh metode pemikiran fenomenologi. Istilah fenomenologi pernah dipakai juga oleh I. Kant dan G.W.F. Hegel, akan tetapi filsafat fenomenologi yang akan kita bahas ini memakai istilah itu dalam arti yang khas, yaitu sebagai suatu metode berpikir tertentu yang teliti secara khas. Kehidupan sekarang ini pun sangat dipengaruhi secara mendalam oleh fenomenologi yang diajarkan oleh Edmund Husserl. Husserl telah menemukan cara yang khas untuk memahami fenomena-fenomena yang terjadi disekitar kita. Fenomenologi berkembang sebagai metode untuk mendekati fenomena-fenomena dalam kemurniannya. Modus fenomenologi tidak  membedakan antara subjek dan objek, subjektif dan objektif serta fenomena dan neumena. Fenomenologi memulai babagan baru filsafat dengan menyembuhkan filsafat dari kontaminasi paham dualisme yang memiskinkan kekayaan pengalaman manusia.

B.       RUMUSAN MASALAH
Masalah yang akan saya selesaikan dalam makalah fenomenologi Edmund Husserl adalah :
  1. Siapakah Edmund Husserl dan riwayat hidupnya?
  2. Apa pengertian fenomenologi menurut para tokoh fenomenologi?
  3. Apa yang melatarbelakangi pemikiran Edmund Husserl? dan apa pemikirannya?
C.      TUJUAN
Tujuan dari membuat makalah ini, yaitu :
  1. Mengetahui siapakah Edmund Husserl.
  2. Mengetahui beberapa pengertian fenomenologi menurut para tokoh fenomenologi.
  3. Mengetahui latar belakang pemikiran Edmund Husserl dan apa saja pemikirannya.

BAB II
PEMBAHASAN
A.      RIWAYAT HIDUP EDMUND HUSSERL
Edmund Gustav Albrecht Husserl yang sering disebut Edmund Husserl adalah seorang tokoh pencetus teori fenomenologi dalam ilmu filsafat manusia. Ia lahir tanggal 8 April 1857 di Prosznitz, Moravia, Ceko (yang saat itu merupakan bagian dari kekaisaran Austria). Husserl dilahirkan dalam keluarga Yahudi di Prosznitz. Husserl adalah  murid dari Franz Brentano dan Carl Stumpf. Dari tahun 1884 sampai dengan tahun 1886 Husserl mengikuti pelajaran Brentano di Wina. Disitulah ia bertekad menekuni filsafat, dan pada tanggal 24 April 1884 ayah Husserl meninggal dunia. Pada tahun 1886, ia mempelajari psikologi dan banyak menulis tentang fenomenologi dan akhirnya ia menjadi dosen (Privatedozent) di Halle dari tahun 1887-1901 dan Husserl kemudian pindah agama menjadi Kristen dan bergabung dengan gereja Lutheran. Pada tanggal 6 Agustus 1887 Husserl menikah dengan Malvine Steinschneider. Lalu ia pindah ke Gottingen sebagai professor dari 1901, kemudian ia mengajar di Frenburg im Breisgau dari 1916 hingga pensiun pada tahun 1928.  Termasuk muridnya adalah Max Scheller dan Martin Heidegger. Karena pengaruh Brentano, ia menulis buku Filsafat Aritmatik tahun 1891. Husserl meninggal dunia di Frenburg pada tanggal 27 April 1938 dalam usia 79 tahun akibat penyakit pneumonia.
Karya-karya Edmund Husserl, antara lain :
ü Ueber den Begrif der Zahl (tentang konsep bilangan) tahun 1887.
ü Logische Untersuchungen atau “Penyelidikan-penyelidikan yang logis” tahun 1900-1901.
ü Ideen zu einer reinen phanomenologie atau “Idea-idea bagi suatu fenomenologi yang murni” tahun 1913.
ü Formale und transzendentale logic atau “Logika yang formal dan transendental” tahun 1929.
ü Erfahrung und urteil atau “Pengalaman dan Pertimbangan” tahun 1930.[1]
B.       PENGERTIAN FENOMENOLOGI
Secara filosofis, kata fenomenologi dikenalkan ke masyarakat pertama kali oleh Hegel. Dalam bukunya yang berjudul “Phenomenology of the Spirit”, fenomenologi Hegel sarat dengan metafisika yaitu perbincangan tentang apa yang ada di balik penampakan. Begitu pula dengan koonsep dari Kant yang tidak jauh berbeda dengan Hegel.
Menurut Kant, kajian tentang fenomena menyisakan konsepsi tentang neumena yng tersembunyi. Pengetahuan manusia yang terbatas mau tidak mau harus terbentur pada fenomena (penmpakan). Sedangkan fenomenologi menurut Hussserl merupakan ilmu tentang penampakan (fenomena). Artinya, semua perbincangan tentang esensi di balik penampakan dibuang jauh-jauh. Jadi, pendapat Kant lebih condong ke neumena dan Husserl lebih kepada fenomena.
Menurut Husserl istilah fenomenologi ternyata bertolak secara etimologis dari bahasa Yunani phainomenon (phainomai, menampkan diri) dan logos (akal budi). Ilmu tentang penampkan berarti ilmu yang menampakan diri ke pengalaman subjek. Tidak ada suatu penampakan yang tidak dialami. Semua penjelasan tidak boleh dipaksakan sebelum pengalaman menjelaskannya sendiri dari dalam pengalaman itu sendiri.[2]
C.       LATAR PEMIKIRAN HUSSERL
Fenomenologi Husserl bertolak belakang dari proyek taksonomi tindak psikis dari Brentano. Pada awalnya, Husserl sangat setia dengan psikologi deskriptif Brentano, namun kemudian di titik tertentu ia melepaskan diri dan merumuskan apa yang kemudian dikenal sebagai fenomenologi. Fenomenologi Husserl mengadopsi pola berfilsafat Kant, yaitu filsafat transendental.  Filsafat transendental merupakan pola berfilsafat yang tidak lagi berbicara tentang sumber dan kodrat pengetahuan, melainkan syarat-syarat pengetahuan yang tidak ditemukan dalam pengetahuan tetapi diabaikan. Dengan kata lain merupakan suatu ide pemikiran. Berdasarkan pola berfilsafat transendental, fenomenologi menurut Husserl harus mengeksploitasi bukan hanya struktur esensial kesadaran, melainkan juga keberakaran mereka pada ranah transendental dan juga ego transendental sebagai sumber absolut kesadaran. Fenomenologi harus berfokus sepenuhnya pada apa pengalaman murni tanpa digayuti asumsi metodologis apa pun.[3]
D.      PEMIKIRAN FENOMENOLOGI MENURUT HUSSERL
Selaku pendiri aliran fenomenologi, Husserl telah mempengaruhi filsafat abad kita ini secara amat mendalam. Husserl memaksudkan fenomenologi sebagai suatu disiplin filosofis yang akan melukiskan segala bidang pengalaman manusia tetap ia sendiri memusatkan perhatian dan tenaganya pada pendasaran disiplin baru ini. Husserl menyimpukan bahwa kesadaran harus menjadi dasar filsafat, karena hanya kesadaran secara langsung diberikan kepada saya selaku subjek, seperti akan kita lihat lagi. Sudah nyata kiranya bahwa Husserl mendekati usaha filosofis yang dilancarkan Dercartes dimana filsafatnya berjalan terus seakan dengan gerak garis lurus. Sedangkan Husserl dengan tidak tahu telah menggali semakin dalam untuk mencari pendasaran terakhir bagi kesadaran realitas. Husserl merumuskan cita-citanya mau mendasari filsafat sebagai suatu ilmu yang rigorus (rigorous science) yaitu ilmu tanpa keraguan dan kepada ilmu ini ia beri nama fenomenologi.
Fenomenologi adalah ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak (pnainomenon). Jadi, seperti yag tersirat dalam namanya fenomenologi mempelajari tentang apa yang nampak atau apa yang menampakkan diri bukan mempelajari apa yang ada dibalik penampakan itu. Adapun titik ajaran Husserl yaitu pendirian tentang reduksi fenomenologi atau reduksi transendental. Di dunia ini kita selalu beranggapan bahwa dunia itu sungguh-sungguh ada. Sikap ini disebut sikap natural oleh Husserl. Reduksi bukan merupakan kesangsian terhadap dunia, melainkan semacam naturalisasi yaitu ada tidaknya dunia real itu tidak relevan. Dengan mempraktekkan reduksi ini berarti kita masuk sikap fenomenologis. [4]  Dengan demikian, kita tidak lagi berbicara tentang dunia yang naïf melainkan dalam sikap fenomenologis kita menemui dunia sebagai korelat bagi kesadaran, seperti dibuat dalam sikap natural. Dalam fenomenologi kita tidak lagi bertolak belakang dengan dunia tapi sebaliknya realitas material ditemui dalam suatu perspektif baru yaitu korelat bagi kesadaran. Dengan demikian fenomenologi mempelajari dunia dan merumuskan ucapan-ucapan podiktis dan absolut tentangnya.









BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
Fenomenologi adalah suatu disiplin ilmu yang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia. Fenomenologi merupakan suatu metode yang fokus pada penampakan itu sendiri tanpa mencari esensi yang berada dibelakang penampakan itu. Fenomenologi tidak memperdulikan dan membuang jauh-jauh asumsi yag berada diluar penampakan itu sendiri.
Fenomenologi telah menginspirasi para filosof dalam menemukan penemuan-penemuan baru mereka, seperti dalam bidang sosiologi, psikologi, antropologi dan yang lainnya. Fenomenologi juga menghasilkan varian dalam fenomenologi itu sendiri, seperti halnya Hegel yang membahas fenomenologi itu merupakan apa yang ada di balik penampakan itu sendiri. Dan Kant pun berpendapat hampir sama dengan Hegel dimana kajian tentang fenomenologi itu menyisakan konsepsi neumena yang tersembunyi. Sedangkan fenomenologi Husserl sebenarnya mengadopsi pemikiran Kant yaitu filsafat transendental, namun Husserl tidak berhenti sampai filsafat transendental saja. Penelitian Husserl justru lebih dalam lagi dan sampai pada eksploitasi ke akar-akar penampakan itu sendiri.







DAFTAR PUSTAKA
Adian, Donny Gahral, 2006, Percik Pemikiran Kontemporer. Yogyakarta: Jalasutra.
Bertens, Dr. K., 1981, Filsafat Barat Abad XX. Jakarta: Gramedia.
Soemargono, Dr. Soejono, 1988, Filsafat Abad 20. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Hadiwijono, Harun, 1980, Sari Sejarah Filsafat Barat 2.Yogyakarta: Kanisius.
Wahana, Paulus, 2004, Nilai Etika Aksiologis Max Scheler. Yogyakarta: Kanisuis.


[1] Dr. K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX. Hal. 94-98
[2] Donny Gahral Adian, 2006, Percik Pemikiran Kontemporer. Hal. 139-140
[3] Donny Gahral Adian, ibid, hal. 149-150
[4] Dr. K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX. Hal. 103


Previous
Next Post »
Thanks for your comment